KISAH X-TRAIL JENDERAL LANDUNG

Nissan X-Trail warna hitam keluaran tahun 2003 itu, dalam Surat Tanda Nomor Kendaraan, awalnya tertera atas nama Ishak. Namun, per Januari 2005, mobil itu sudah dibalik nama atas nama Suyitno Landung. Benarkah hanya sebuah Nissan X-Trail yang diterima Komjen Suyitno Landung?


Suatu pagi, 13 Desember 2005. Tak ada yang aneh di sebuah rumah di Jalan Haji Samali, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Sekitar pukul 07.30 WIB, seorang berstelah safari warna coklat, nampak keluar dari pintu utama rumah itu. Pria itu bergegas menuju mobil Nissan X-Trail berwarna hitam mengkilap, yang telah disiapkan di halaman rumah.

Lelaki berkumis tipis itu cukup dikenal. Maklum. Wajahnya kerapkali menghiasi halaman muka media massa. Dia adalah Komisaris Jenderal Polisi Suyitno Landung, bekas Kabareskrim Mabes Polri.

Selang tak begitu lama, mobil melaju kencang dari rumahnya. Menelusuri kemacetan pagi Jalan Mampang Prapatan lalu berbelok ke arah Jalan Tendean, mobil keluaran tahun 2003 itu pun melaju kencang membawa sang jenderal.

Ke mana mobil itu? Mobil nampak menggelinding pelan di halaman Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan. Berhenti tepat di depan pintu Koperasi Bhayangkari. Tak lama kemudian, Jenderal Landung keluar dan menuju pintu belakang gedung Bareskrim Mabes Polri. Sebelum Landung memasuki gedung, sopir mobil Nissan X-Trail nampak tergopoh-gopoh mengejar majikannya dan memberikan kunci mobil yang disetirnya.

Landung kembali berkantor di Bareskrim? Bukan. Itulah pagi bersejarah bagi hidupnya. Betapa tidak. Pagi-pagi benar, Landung harus bertandang ke bekas kantornya tidak untuk menemui kolega atau urusan dinas kepolisian. Ironisnya, ia akan menjalani pemeriksaan oleh bekas bawahannya, sebagai tersangka. Pria berusia 56 tahun itu, diduga terlibat kasus penyalahgunaan wewenang dalam penanganan kasus pembobolan BNI Cabang Kebayoran Baru.

Kasus yang menimpanya mencuat setelah muncul dugaan suap yang dilakukan sejumlah terpidana kasus BNI Kebayoran Baru, kepada sejumlah penyidik di lingkungan Bareskrim Mabes Polri. Sedikitnya 16 penyidik kepolisian diduga terlibat kasus ini.

Ironisnya, saat digelar sidang kode etik dan profesi Mabes Polri awal Januari 2004 lalu, Landung selaku Kabareskrim saat itu, bertindak selaku atasan hukum atau semacam kuasa hukum bagi terperiksa Brigjen Polisi Samuel Ismoko. Orang yang tidak lain adalah anak buahnya, bekas Direktur II Ekonomi Khusus Bareskrim Polri. Siapa nyana, kalau saat ini, Landung turut terjerat sebagai tersangka kasus yang sama.

Hari itu, lebih dari 8,5 jam lamanya, perwira tinggi angkatan 1972 itu diperiksa tim penyidik Bareskrim Polri. Sekitar pukul 19.30 WIB, Landung selesai diperiksa. Unuk menghindari kejaran wartawan, orang dekat Jenderal Polisi Da’i Bachtiar itu, keluar lewat pintu belakang Gedung Bareskrim. Ada yang aneh. Saat pulang, Landung tak lagi menggunakan Nissan X-Trail yang dipakainya saat berangkat tadi. Dari Mabes Polri, ia nampak menaiki mobil Ford Escape warna hijau metalik menuju rumah kediamannya.

Apa pasal? Rupanya, mobil Nissan X-Trail disita tim penyidik sebagai barang bukti. Lho, kok barang bukti? Begini ceritanya. Salah satu penyuapan terhadap Landung dari seorang terpidana kasus BNI, ya mobil Nissan X-Trail itu.

Selain itu, Landung diduga juga menerima uang hingga milyaran rupiah dari sejumlah tersangka kasus BNI. Seorang sumber di kepolisian menyebut, sedikitnya Rp 18 Milyar uang berhasil diterima Landung, sepanjang menangani kasus itu.

Soal uang, Landung membantah keras. Namun, soal mobil, belakangan Landung pun mengisahkannya. Menurutnya, mobil seharga Rp 240 juta on the road itu adalah pemberian Ishak. Orang yang dikenalnya sejak 1989 saat ia menjabat Kapolresta Tanjung Perak, Surabaya.

Mobil itu diterima Landung Desember 2003, saat dirinya menjabat Wakabareskrim Mabes Polri dengan Komjen Erwin Mappaseng selaku Kabareskrimnya. Saat itu, ia mengaku memang butuh mobil operasional alias mobil dinas. Karena itulah, karena percaya pada kawan lama, Landung lantas meminta tolong Ishak mencarikan showroom mobil. Ishak nampaknya tahu diri. Ia pun tak hanya mencari showroom, tapi langsung membelikannya buat Landung.

“Dia sahabat lama,” kisah Landung soal Ishak. Landung mengenal Ishak sebagai insinyur, kontraktor dan pengusaha yang hobi jet ski. Jadi, menurutnya tidak benar kalau Ishak dikait-kaitkan dengan kasus BNI Kebayoran Baru.

Benarkah begitu? Eit….nanti dulu. Salah seorang sumber di kepolisian mengungkap, Ishak adalah sosok yang juga dikenal dekat dengan Brigjen Samuel Ismoko. Bahkan, Ismoko itu pula yang menyarankan para tersangka kasus BNI saat itu, untuk menggunakan Ishak sebagai konsultan mereka.

Belakangan diketahui, Ishak dan sejumlah koleganya dari sebuah kantor konsultan, tidak lain adalah konsultan bagi grup Gramarindo (perusahaan penerima aliran kredit fiktif BNI senilai Rp 1,3 Trilyun) dan sejumlah perusahaan milik Adrian Herling Woworuntu. Orang yang tidak lain juga terpidana kasus BNI Kebayoran Baru.

Itu sebabnya, selama proses penyidikan kasus BNI, Ishak adalah orang yang kerap mondar-mandir di ruangan penyidik Bareskrim saat itu. Apalagi ruangan Ismoko. Maklum, Dialah yang kabarnya ditunjuk Ismoko sebagai perantara hubungan antara para tersangka dengan pejabat dan penyidik di lingkungan Bareskrim.

Dalam kesaksiannya, Ishak membantah kalau dirinya pernah memberikan mobil kepada Suyitno Landung. Menurut pengacaranya, Hotma Sitompul, keterlibatan Ishak terkait mobil itu, hanya sebatas memberitahu showroom langganannya kepada Landung. Setelah itu, lanjut Hotma, Ishak tidak tahu menahu, tidak pernah memesan, apalagi membayarnya buat Landung.

Ishak boleh saja membantah. Yang pasti nyanyian pengakuan berhembus dari penjara Cipinang. Adalah Adrian Herling Woworuntu yang akhirnya buka-bukaan ichwal ketidakberesan penyidikan kasus BNI. Lewat pengacaranya, Andika, Adrian menyebut sedikitnya ada tiga jenderal polisi, tiga perwira menengah dan dua pegawai sipil Bareskrim, yang terlibat persekongkolan dalam menangani penyidikan kasus BNI.

Soal mobil Nissan X-Trail, Adrian pun buka kartu. Ia mengaku pernah disuruh seorang pejabat berpengaruh di Bareskrim, untuk segera mentransfer uang sebesar RP 240 juta ke sebuah showroom, untuk pembayaran satu unit mobil. Apa pejabat yang menyuruhnya itu Suyitno Landung? “Adrian tidak pernah berhubungan langsung dengan Landung,” jelas Andika.

Yang jelas, perintah transfer itu datang dari pejabat Bareskrim yang punya peran penting saat pemeriksaan kasus kredit fiktif BNI. Adrian juga mengaku, saat mentransfer uang pada Desember 2003 itu, dirinya belum tahu untuk siapa mobil tersebut. Dia baru tahu setelah kasus X-Trail Jenderal Landung meledak ke permukaan.

Lantas, benarkah mobil itu yang didanai Adrian? Entahlah. Hanya saja, seorang sumber di Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya membisikan, pada Desember 2003, Nissan X-Trail berplat nomor B 8920 AP itu, dalam suratnya memang masih tertera atas nama Ishak. Baru pada Januari 2005, mobil itu pun dibalik nama atas seseorang bernama Suyitno Landung.
Nah, lho.

Comments :

0 komentar to “KISAH X-TRAIL JENDERAL LANDUNG”