Public Services Jakarta, Quo Vadis?

Jika gambaran Jakarta semrawut dan amburadul seperti diatas, mungkinkah masih ada public services atau pelayanan publik berkualitas di ibu kota? Jawabannya tentu saja: harus. Meski banyak pihak menilai, pelayanan publik di Jakarta masih sangat buruk kondisinya. Jangan bicara khusus Ibu Kota Jakarta. Bicara pelayanan publik secara keseluruhan di Indonesia saja, berbagai kalangan menyebutnya dalam kategori buruk.

Sebutlah pernyataan Ketua KPK Taufiqurrahman Ruki yang diberitakan sejumlah media massa cetak nasional baru-baru ini. “Wajah pelayanan publik di Indonesia memperihatinkan, apalagi jika dibandingkan dengan negeri tetangga, Singapura. Selain karena reformasi tidak berjalan, pejabatnya juga tidak serius bekerja,” tegasnya di sela-sela rapat kerja KPK dan Departemen Dalam Negeri (23/01/07). Ketua KPK juga meminta pejabat publik meningkatkan kinerja dan mendesak agar pelayanan kepada masyarakat berjalan baik dan memprioritaskan anggaran untuk biasa publik seperti kesehatan dan pendidikan.




Sinyalemen Ketua KPK memang bukan sekadar pernyataan tanpa alasan. Toh tak hanya dia seorang yang mencermati buruknya kinerja pelayanan publik di tanah air. Berdasarkan survey yang dilakukan Bank Dunia, misalnya, dari 157 negara yang disurvey, Indonesia berada di urutan 135 dalam kualitas pelayanan publiknya (Kominfo-Newsroom, 18/10/06).

Dalam sebuah survei tentang Indeks Persepsi Korupsi di Indonesia 2006, Transparency International Indonesia (TII), menemukan masih adanya praktek suap alias uang pelicin di sejumlah institusi negara yang terkait dengan pelayanan publik. Namun, hasil survey tersebut juga menyebutkan, responden terbelah dalam memandang praktek suap di institusi publik. Separo responden menganggap uang pelicin sebagai hal biasa lantaran agar urusannya cepat dan menganggapnya sebagai sedekah. Sementara separo lainnya, menolak suap lantaran dianggap merusak sistem dan melanggar hukum. Lihat tabel hasil survey TII di atas.

Bagaimana potret pelayanan publik di DKI Jakarta? Tentu saja tidak akan berbeda jauh dengan kinerja pelayanan publik di seluruh tanah air. Apalagi, sampai sekarang Jakarta masih tetap sebagai baromater kemajuan bangsa dan negara ini di segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.

Pada tahun 2005, sebuah survei dilakukan Indonesian Institute for Civil Society (INCIS) mengenai kualitas pelayanan publik di tingkat kelurahan di DKI Jakarta. Hasilnya, masih jauh dari yang diharapkan. Temuan kecil nan mengganggu adalah masih kuatnya 'uang rokok' untuk mengurus hal sepele, seperti KTP, surat pengantar akte kelahiran, akte kematian, dan lainnya. Intinya, pelayanan publik di tingkat kelurahan di DKI Jakarta, masih berbau diskriminatif.

Lemahnya kinerja pelayanan publik juga tergambar dalam penanganan pasca banjir di ibu kota. Meski banjir Jakarta dianggap sebagai bencana siklus lima tahunan, nyatanya penanganan pasca banjir dan pelayanan terhadap korban banjir masih tergambar tidak optimal. Acak adut dan amburadulnya pelayanan publik, masih saja mewarnai penanganan distribusi bantuan obat-obatan dan makanan bagi korban banjir kemarin.

Jelas sudah, kewajiban pemerintah sebagai pelayan masyarakat ternyata belum optimal, tidak profesional, dan sangat diskriminatif, terutama terhadap orang-orang miskin. Padahal, setiap warga negara mempunyai hak yang sama mendapatkan pelayanan yang baik dari pemerintah atau negara. Masih banyak birokrat di sektor pelayanan publik, tidak menempatkan dirinya sebagai “pelayan”, melainkan sebaliknya, memposisikan dirinya sebagai pihak yang harus dilayani.

Apapun alasannya, pelayanan publik yang berkualitas harus segera dilakukan di Ibu Kota Jakarta dan seluruh wilayah di tanah air. Satu hal yang harus dingat bahwa pelayanan publik adalah amanat UUD 1945. Pembukaan konstitusi kita menegaskan sebuah keharusan ihcwal melindungi segenap bangsa, negara dan tumpah darah Indonesia yang harus dilakukan negara untuk rakyatnya. Ini adalah bentuk janji Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk menempatkan keselamatan dan perlindungan warga negara dari berbagai ancaman keselamatan, termasuk ancaman bencana. Ini pula yang menjadi janji Negara untuk memberikan pelayanan publik kepada rakyatnya secara prima dan berkualitas.


Comments :

0 komentar to “Public Services Jakarta, Quo Vadis?”