Kisah Komisi 7% Bulyan Royan

Direktorat Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP) Ditjen Perhubungan Laut, Departemen Perhubungan, melangsungkan tender proyek pengadaan 20 unit kapal patroli laut senilai total Rp 120 M. Namun, pemenang tender sudah ditentukan sejak delapan bulan sebelum teken kontrak pada 23 Mei 2008. Bahkan, sejak September 2007, oknum pejabat Dephub dan oknum wakil rakyat sudah menentukan uang komisi yang harus dikeluarkan para pengusaha calon pemenang tender tersebut.

Kelima pemenang tender tersebut adalah PT Bina Mina Karya Perkasa (Direktur Dedi Swarsono), PT Carita Boat Indonesia (Direktur Budi), PT Proskuneo Kadarusman (Direktur Ir Khrisna), PT Febrite Fiberglass (Direktur Suratno) dan PT Sarana Fiberindo Marina (Direktur Chandra).

Bagaimana kronologis suap mega proyek kapal patroli senilai total Rp 120 Miliar tersebut? Berikut pengakuan Dedi Swarsono kepada tim penyidik KPK di awal-awal pemeriksaan, yang berhasil ditelusuri tim liputan METRO REALITAS, Metrotv.



Hotel Crowne Plaza, September 2007

D edi Swarsono mengaku dihubungi oleh Kepala Seksi KPLP Ditjen Hubla, Tansean Parlindungan Malau yang mengundang Dedi untuk ikut pertemuan awal Coffe Shop Hotel Crowne Plaza, di bilangan Jl. Gatot Subroto, Jakarta. Menurut informasi yang diterima Dedi dari Kasie KPLP Malau, pertemuan tersebut akan membicarakan tentang proyek pengadaan kapal patroli laut Ditjen Hubla Dephub.

Hadir dalam pertemuan tersebut, menurut pengakuan Dedi, adalah Anggota Komisi V DPR Bulyan Royan, Kasie KPLP TP Malau, perwakilan dari lima perusahaan masing-masing seorang perempuan (PT Fibrite), Ir Khrisna (PT Proskuneo), Chandra (PT Fiberindo), Dedi Swarsono (PT Bina Mina) dan Direktur Peningkatan Fungsi KPLP Djoni Algamar yang datang belakangan. Dalam pertemuan inilah, Dedi mengaku pertama kali kenal Bulyan Royan.

Dalam pertemuan itu, Bulyan Royan mengatakan:
“Tahun depan proyeknya akan banyak dan anggaran yang akan diberikan akan lebih besar untuk proyek pengadaan kapal ini. Untuk itu, maka fee (komisi-red) diminta sebesar 8% dari nilai proyek.”

Catatan: Ditjen Hubla Dephub berencana akan memenuhi kebutuhan kapal patroli laut di seluruh pelabuhan di Indonesia yang membutuhkan total sebanyak 70 unit kapal.

Selanjutnya, dalam pertemuan Crowne, ada negosiasi untuk menawar fee 8% yang disampaikan Bulyan Royan. Para pengusaha mengaku keberatan dan mengusulkan agar besaran fee bisa dikurangi dan fee dibayarkan setelah uang muka proyek diterima. Lantas, disepakati pemerian fee dibagi menjadi dua termin. Artinya, ½ dibayarkan pada saat uang muka diterima dan ½ sisanya lagi diberikan pada termin pertama.

Pada pertemuan pertama ini juga ditawarkan kepada para pengusaha akan mengambil berapa paket. Pilihannya 1 paket atau 2 paket. Dedy Swarsono pun mengambil 1 paket (sebanyak 4 unit kapal patroli dengan nilai proyek sekitar Rp 23 M).


Kantor Dephub, September 2007

Setelah beberapa hari pertemuan di Hotel Crowne Plaza, Dedi menemui Direktur Peningkatan Kualitas KPLP Ditjen Hubla, Kapten Djoni Algamar di kantornya Dephub, Jakarta. Dalam hal proyek 20 unit kapal patroli ini, Djoni Algamar adalah sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) alias sohibul hajat mega proyek tersebut.

Maksud Dedi bertemu Djoni di kantornya adalah untuk menanyakan perihal fee atau komisi proyek 20 kapal patroli yang harus dia berikan kepada pihak pejabat Dephub terkait proyek tersebut. Setelah ditanya Dedi, Djoni Algamar menjawab bahwa fee untuk pihaknya besarannya tidak lebih kecil dari yang diberikan para pengusaha kepada anggota DPR-RI Bulyan Royan (tidak boleh kurang dari 8% seperti kesepakatan pertemuan di Hotel Crowne).

Dedi mengaku, hingga dirinya ditangkap, ia belum sempat memberikan komisi yang diminta Djoni Algamar.


Hotel Crowne Plaza, Oktober 2007

Pertemuan kedua dengan anggota wakil rakyat Bulyan Royan di restoran Hotel Crowne Plaza. Hadir dalam pertemuan kedua ini adalah Dedi (PT Bina Mina), Suratno (PT Fibrite), Ir Khrisna (PT Proskuneo) dan Chandra (PT Fiberindo).

Dalam pertemuan ini, Bulyan Royan menyampaikan kembali soal fee. Kepada pengusaha dimintai uang Rp 100 juta/ paket dan diserahkan paling lambat 2 minggu sebelum lebaran.


Oktober 2007

Sesuai permintaan Bulyan Royan pada pertemuan kedua di Hotel Crowne Plaza, maka Dedi mengaku memberikan uang Rp 100 juta kepada Bulyan Royan di kawasan Plaza Senayan, Jakarta.


Desember 2007

Pertengahan Desember 2007, Dedi mengaku kembali menyerahkan uang kepada Bulyan Royan sebesar Rp 50 juta. Lokasi penyerahan Dedi mengaku lupa.


Januari 2008

Awal Januari 2008, Dedi mengaku kembali menyerahkan uang kepada Bulyan Royan sebesar Rp 100 juta di kawasan Plasa Senayan. Sehingga, total uang yang sudah diberikan langsung Dedi kepada Bulyan Royan dari Oktober 2007 sd Januari 2008 adalah sebesar Rp 250 juta.


Sauna Ancol, Mei 2008

Dedi (PT Bina Mina), Suratno (PT Fibrite), Ir Khrisna (PT Proskuneo) dan Kepala Seksi KPLP Ditjen Hubla Tansean Parlindungan Malau, bertemu di sebuah tempat Sauna di kawasan Ancol, Jakarta Utara.

Dalam pertemuan itu, Kasie KPLP TP Malau bilang: “bahwa sebelum penandatanganan kontrak agar disiapkan untuk uang lelah.” Dengan komposisi yang menurut pengakuan Dedi, sudah ditentukan oleh TP Malau, yakni: “Masing-masing perusahaan USD 1.500 dan sekitar Rp 10 juta.”


Kantor Dephub, Mei 2008

Sebelum penandatanganan kontrak, Dedi mengaku menyerahkan langsung uang lelah sesuai kesepakatan pertemuan di Sauna Ancol (sebesar USD 1.500 & Rp 10 juta) kepada Kasie KPLP TP Malau, di kantornya, KPLP, Ditjen Hubla, Dephub.


Kantor Dephub, 23 Mei 2008

Kelima perusahaan, masing-masing PT Bina Mina Karya Perkasa (Direktur Dedi Swarsono), PT Carita Boat Indonesia (Direktur Budi), PT Proskuneo Kadarusman (Direktur Ir Khrisna), PT Febrite Fiberglass (Direktur Suratno) dan PT Sarana Fiberindo Marina (Direktur Chandra) teken kontrak proyek pengadaan 20 unit kapal patroli laut senilai total Rp 120 M.


Uang Muka, 8 Juni 2008

Dedi mengaku menerima uang muka proyek dari Dephub sebesar Rp. 4,2 M.


Hotel Borobudur, 24 Juni 2008

Dedi mengaku dihubungi lewat telepon oleh Bulyan Royan untuk hadir dalam pertemuan di Hotel Borobudur, Jakarta. Hadir dalam pertemuan itu adalah Dedy (PT Bina Mina), Ir Khrisna (PT Proskuneo), Chandra (PT Fiberindo), Budi (PT Carita Boat) dan anggota Komisi V DPR RI Bulyan Royan.

Pada pertemuan ini, disepakati adanya diskon fee dari tadinya 8% menjadi 7% dengan perhitungan yang harus dibayar oleh Dedi adalah: 7% X Rp 24 M (nilai proyek dibulatkan) = Rp 1,68 M. Tetapi karena Dedi sudah kasih Bulyan Royan sebelumnya Rp 250 juta, maka sisa fee yang harus diberikan adalah Rp 1,43 M.

Dalam pertemuan Hotel Borobudur ini, Bulyan Royan juga menyerahkan Nomor Rekening 0840501272 Bank BCA Cabang Wisma Asia, atas nama PT Tetra Dua Sisi, sebuah pengelola Money Changer di kawasan Plasa Senayan, Jakarta.


Transfer Uang, 25 Juni 2008

Pada tanggal 25 Juni, Dedi mengaku ditelepon oleh Bulyan Royan dan menanyakan tindak lanjut dari pertemuan Hotel Borobudur, 24 Juni 2008 (soal kesepakatan pembayaran komisi 7% –red).

Dedi menjawab telepon Bulyan Royan: “Baik, Pak. Sedang dilaksanakan.”

Dedi pun mengaku mengeluarkan 1 lembar bilyet giro –yang nomornya Dedi mengaku lupa- sebesar Rp 1,43 M dan dipindahbukukan ke rekening yang diberikan Bulyan Royan (Nomor rekening 0840501272 Bank BCA Cabang Wisma Asia, atas nama PT Tetra Dua Sisi). Setelah terkirim, Dedi pun mengkonfirmasi kepada Bulyan Royan melalui Handphone.

Dedi mengaku memberikan uang sebesar Rp 1,43 M kepada Bulyan Royan dengan maksud dan tujuan karena dirinya diminta untuk menyisihkan 7% dari nilai kontrak oleh Bulyan Royan. Dan jika tidak memberikan, maka Dedi beranggapan dirinya tidak akan mendapatkan proyek pengadaan kapal patroli tersebut.


Plasa Senayan, 30 Juni 2008

Anggota komisi V DPR-RI Bulyan Royan ditangkap KPK di sekitar Money Changer di kawasan Plaza Senayan. Bulyan Royan diduga baru saja mencairkan uang kiriman Dedi Swarsono di Money Changer tersebut. KPK menemukan barang bukti berupa uang senilai US 60 ribu dan Euro 10 ribu.

Comments :

0 komentar to “Kisah Komisi 7% Bulyan Royan”