KISAH SEORANG KAPITEN

Masih ingat Ajun Komisaris Polisi Suparman? Dia adalah penyidik fungsional KPK yang kini mendekam di sel tahanan Propam Mabes Polri. Ia akhirnya dipecat KPK lantaran terlibat aksi pemerasan atas kasus yang disidiknya. Yang jelas, Suparman adalah seorang kapiten yang tak hanya mempunyai pedang panjang. Apa saja yang dimilikinya? Benarkah kehidupannya jauh dari taksiran penghasilannya sebagai penyidik?


Udara dingin kota kembang Bandung mulai terasa sore itu. Kendaraan yang membawa KAMI terus melaju ke arah Riung Bandung. “Stop, stop..!” suara seorang dari kami yang duduk di bagian belakang mobil tiba-tiba menyeruak. “Itu komplek Nuansa Mas, mundur-mundur,” katanya lagi.

Dan, kami pun mundur hingga mendekat gapura sebuah komplek perumahan bernama Nuansa Mas itu. Kami pun berbelok dan masuk kawasan komplek tersebut. “Pak, rumah Pak Suparman di blok apa, ya?” tanya kami kepada satpam perumahan. “Oh, Pak Parman yang polisi itu? Di Blok H, Nomor 10,” jelas satpam sembari menunjukan arah jalan dimaksud.

Kami sampai di depan rumah yang dimaksud. Perumahan Nuansa Mas, Blok H Nomor 10, Cipamokolan Bandung. Rumah yang tidak lain adalah milik AKP Suparman.
Di rumah itu pula, 13 Maret lalu, Suparman dicokok rekan penyidiknya di KPK, terkait dugaan kasus pemerasan terhadap para saksi dalam proses penyidikan kasus korupsi penjualan aset PT Industri Sandang Nusantara (ISN). Sebuah BUMN yang bermarkas di kota kembang Bandung.

Pada 16 Maret lalu, Majelis Hakim Pengadilan Anti Korupsi, memvonis Direktur Utama PT ISN, Kuncoro Hendartono, dengan hukuman delapan tahun penjara. Kuncoro terbukti melakukan tindak pidana korupsi -yang merugikan negara Rp 70 M- dalam penjualan tanah dan gedung seluas 26,9 hektare di unit Patal Cigadung milik PT ISN. Modusnya, apalagi kalau bukan menjual tanah itu di bawah harga Nilai Jual Obyek Pajak atau NJOP.

Penyidik KPK menetapkan dua tersangka utama dalam kasus PT ISN. Selain Kuncoro selaku Dirut PT ISN, juga Lim Kian Yin, seorang rekanan ISN yang membeli tanah tersebut.

Nah, kasus PT ISN memang tergolong kasus lama yang berkas dan dokumen pendukungnya sudah ada di tangan AKP Suparman. Bahkan, sejak dirinya masih berdinas di reserse Kepolisian Daerah Jawa Barat.

Nasib Suparman memang mujur. Pada tanggal 1 April 2005, Suparman diperbantukan sebagai pegawai KPK, dengan Surat Keputusan Pimpinan KPK Nomor KEP-28A/KPK/IV/2005. Tidak hanya itu. Pada tanggal yang sama, Suparman pun menerima SK Nomor KEP/28B/KPK/IV?2005, sebagai penyidik fungsional KPK.

Tak ayal, kedudukannya sebagai penyidik KPK, kian memuluskan jalan Suparman menangani kasus korupsi PT ISN. Tanpa berpikir panjang, ia pun langsung mengajukan kasus korupsi PT ISN kepada pimpinan KPK. Awalnya, pada tanggal 6 Juni 2005, Suparman mengajukan Laporan Kejadian Korupsi atau LKK bernomor LKK/04/VI/2005/KPK. Kasusnya, apalagi kalau bukan kasus korupsi PT ISN.

Dalam LKK, Suparman menuturkan ichwal modus korupsi penjualan aset tanah dan gedung di Unit Patal Cigadung tersebut. Ceritanya, Kuntjoro Hendrarto, selaku Dirut PT ISN, memberi surat kuasa kepada Tin Tin Surtini, untuk mengajukan permohonan SPPT baru PT ISN dengan melampirkan SHGB nomor 4283, yang berasal dari SHGB No 65 seluas 181.350 meter persegi, dengan Nomor Obyek Pajak (NOP) baru dan NJOP seharga Rp 160.000 per meter persegi. Padahal, PT ISN Cabang Bandung, sebelumnya diketahui memiliki NOP atas tanah tersebut dengan NJOP Rp 702.000 per meter persegi.

Dus, Suparman teken dalam berkas laporan dan berkedudukan sebagai pelapor kasus tersebut. Laporan Suparman itu pun diteken oleh penyidik KPK, Muhamad Aris Purnomo, selaku penerima laporan.

Gayung pun bersambut, pimpinan KPK menyetujui agar kasus tersebut segera ditindaklanjuti. Pimpinan KPK pun membentuk tim penyelidik sekaligus penyidik untuk kasus PT ISN. Mujurnya lagi, Suparman pun sekaligus ditunjuk sebagai anggota tim penyidik, bersama-sama Muhamad Aris Purnomo (Ketua Tim), Sri Damar Alam (anggota), Soedjarwo (anggota), Anhar Darwis (anggota) dan Yessi Esmeralda (anggota).

Sebagai orang yang tahu persis atas kasus tersebut, manuver Suparman sebagai penyidik pun terasa kian leluasa. Hingga akhirnya proses pemeriksaan penyelidikan yang berlanjut pada proses penyidikan dilakukan terhadap sedikitnya 37 orang saksi, yang diduga terkait kasus tersebut.

Namun, untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Bendera Suparman sebagai penyidik sebuah lembaga yang tengah ditakuti para koruptor di tanah air itu pun tak berkibar lama. Aksi Suparman tersandung nyanyian para saksi. Salah satunya adalah Tin Tin Surtini. Pemilik kuasa ISN dari Biro Jasa Pengurusan Tanah itu pun melaporkan kelakuan Suparman kepada KPK. Hingga akhirnya, jam tujuh malam, 13 Maret lalu, Suparman ditangkap penyidik KPK, di rumah tinggalnya di Perumahan Nuansa Mas, Bloh H nomor 10, Cipamokolan, Bandung. Tuduhannya, diperoleh cukup bukti Suparman terlibat tindak pidana pemerasan pada para saksi, dalam proses penyidikan kasus korupsi PT ISN yang dilaporkannya sendiri.

Kini, Suparman mendekam di penjara Propam Mabes Polri, sembari menjalani proses penyidikan tindak pidana pemerasan. Belakangan, KPK pun memecat Suparman dari jajaran penyidik dan mengembalikannya ke corps asalnya, Kepolisian Republik Indonesia.
Kehidupan Mewah Kapiten Suparman

Nah, mari kita kembali ke cerita penelusuran KAMI ke rumah Suparman di Cipamokolan, Bandung.

Tak ada yang istimewa bila melihat tampak luar rumah bercat kuning gading dan berpagar besi tempa itu. Sayangnya, kami mendapatkan rumah itu sepi tak berpenghuni. “Nggak tahu ya, mas. Soalnya udah dua minggu ini nggak ada orangnya. Katanya sih semua keluarganya sudah pindah dari sini sejak penangkapan pak Parman,” ujar seorang warga komplek yang kebetulan melintas di depan rumah Suparman. “Sudah nggak ada orangnya, pindah tapi nggak tahu ke mana, soalnya rumahnya banyak, katanya ada empat rumah Pak Parman, nggak cuma di sini,” seorang Satpam mengamini warga tadi.

Kami pun meluncur ke pengurus RT setempat. Pak RT komplek itu pun mengiyakan ichwal kepindahan semua keluarga Suparman. Sayangnya, Pak RT pun mengaku tidak tahu, di mana keluarga Suparman sekarang tinggal. Ia tahu kalau Suparman tengah terjerat kasus. “Selama tinggal di sini, Pak Parman baik. Bahkan sebelum beliau berangkat haji, sempat berinisiatif mau bangun masjid bareng-bareng,” kata pak RT.

Untungnya, saat kami melintas di depan rumah Suparman, kami kembali turun dan bertemu dengan seorang tetangga dekat Suparman. Sebut saja namanya Ibu Ida. Nah, dari cerita ibu Ida itulah, misteri keberadaan keluarga Suparman sedikit tersingkap.

“Pak Parman itu orangnya biasa saja, setahu saya dia baru naik haji tahun ini,” Ibu Ida mengawali penuturannya. Kata ibu Ida, rumah di Blok H itu adalah rumah pertama milik Suparman. Keluarga Suparman sudah tinggal di komplek itu selama lima tahun lebih. “Dia kan dulu pernah jadi Kapolsek Cibeunying, Bandung Selatan,” tambahnya.
Kalau melihat pangkatnya di kepolisian, kata Ibu Ida, kehidupan Suparman tergolong mewah. “Menurut saya ya termasuk berada keluarga itu. Saya juga berpikir, kok bisa ya polisi pangkatnya Kapten, bisa sekaya itu. Saya yang suami berpangkat lebih tinggi dari dia, eh malah kalah jauh. Tapi, kan dia jadi pegawai apa itu namanya, KPK ya kalau nggak salah,” ibu Ida yang suaminya jenderal bintang dua pun mencoba membandingkan kehidupannya dengan keluarga Suparman.

Masih kata Ibu Ida, ibunya Suparman sempat bercerita kepadanya soal kesibukan anaknya belakangan ini. “Anak saya lagi sibuk terus sekarang. Padahal lagi bangun rumah di Riung Bandung. Semuanya ada empat, baru semua dibeli tahun 2006 ini. Tiga di Bandung, satu di Jakarta,” ibu Ida menirukan cerita ibunda Suparman.

Perkembangan kehidupan Suparman pun dirasa ibu Ida cepat melesat. Dari awalnya punya mobil Suzuki Karimun, tiba-tiba beli Kijang INNOVA baru warna biru, Honda Jazz, Honda New City dan mobil koleksi VW. “Semuanya baru, kecuali yang VW. Anaknya yang SMA, ke sekolah bawa Honda Jazz sendiri. Anak saya suka ngiri,” tutur ibu Ida.

Ibu Ida pun bercerita soal sebuah villa di kawasan wisata pegunungan Cihideung, Lembang, Bandung yang diduga sebagai milik Suparman. “Saya sih belum tahu villanya dimana dan kayak apa, tapi istrinya Pak Parman kalau ada acara ibu-ibu komplek , selalu mengajak kita ke villa-nya itu,” kata Ibu Ida. “Udah, acaranya di villa saya aja di Cihiedeung,” Ibu Ida menirukan istri Suparman seraya menjelaskan, ajakan itu pun tak pernah jadi kenyataan.


Sebuah Villa Mewah di Cihideung Lembang

KAMI pun berspekulasi. Berbekal informasi villa di Cihiedeung, Lembang, dari komplek Nuansa Mas, kami pun langsung meluncur ke kawasan pegunungan itu. Dan, kami benar-benar beruntung. Begitu sampai di sebuah komplek Villa di Cihiedeung, kami pun kembali bertanya pada satpam penjaga. “Pak, villa-nya pak Suparman di belah mana?” tanya kami. “Oh, Suparman polisi yang mobilnya INNOVA biru itu?” jawab satpam villa sembari menunjukan arah menuju villa dimaksud.

Begitu kami sampai di depan villa berwarna ping dan oranye serta berhalaman rumput hijau lumayan luas itu, nampak papan putih menggantung di pagar villa, dengan tulisan: For Rent (untuk disewa-red). Suasana Villa menunjukan gelagat adanya kehidupan di dalamnya. Selain jemuran pakaian yang berada di teras belakang villa, sebuah mobil Kijang INNOVA berwarna biru metalik, berplat nomor D 900 DI, nampak parkir di carport villa. Sontak, kami pun jadi ingat cerita ibu Ida tentang Kijang Innova warna biru itu.

Kami pun kian mendekat dan masuk halaman villa. Tapi, tiba-tiba seorang berambut cepak dan berbadan tegap mendekati KAMI. “Ada apa, Mas? Dari mana?” pria tegap itu pun nerocos menginterogasi kami. “Ini betul villa milik pak Suparman?” tanya kami. “Betul, tapi ini lagi disewa orang. Yang di dalam itu penyewa,” tegasnya seraya melarang kami lebih mendekat ke villa tersebut. “Itu bukan keluarga Pak Parman, itu keluarga yang lagi nyewa villa ini, jadi tolong jangan mengganggu mereka,” kata penjaga itu sembari mendesak kami untuk pergi.

KAMI pun terpaksa pergi meninggalkan lokasi. Sembari berputar mengelilingi komplek Villa Istana Bunga itu, kami pun mencari tahu kepemilikan mobil Kijang Innova berplat D 900 DI tadi, ke kantor Samsat di wilayah Bandung. Terendus informasi valid , bahwa mobil tersebut diketahui atas nama Yeni Indriyani. Wanita yang tidak lain adalah istri AKP Suparman.

Tak pelak, menjelang magrib, kami pun bergegas kembali ke Villa Suparman itu. Nampak tak ada penjaga berbadan tegap tadi. Dus, kami pun langsung menuju halaman villa dan sampai di depan dua daun pintu kayu jati berwarna plitur coklat tua itu. Langsung saja, kami mengetuk pintu itu dan perlahan pintu itu pun dibuka. Seorang wanita berseragam TNI muncul dari balik daun pintu itu. Hampir pasti, kami pun menduga dia adalah Yeni Indriani, istri AKP Suparman. Maklum, kata sejumlah tetangganya di Nuansa Mas, istri Suparman memang seorang KOWAD (Korps Wanita Angkatan Darat).

“Maaf, ya, saya merasa terganggu dari tadi Anda datangi rumah kami terus. Kalau mau ketemu suami saya ya silahkan temui pengacara saya. Urusan Anda kan menyangkut kasus yang sedang dihadapi suami saya, jadi jangan libatkan saya. Kalau Anda tetap mengganggu kami, Anda akan berhadapan dengan institusi saya: Angkatan Darat,” jelas Yeni sembari tangannya menunjuk ke bahu lengan kanannya, yang tertempel bet bordir bertuliskan Kodam Siliwangi. Lanjut Yeni, “Kalau Anda memaksa, saya bisa teriak dan saya bisa minta bantuan instansi militer di sekitar sini.” Siap, ibu tentara!!

Comments :

0 komentar to “KISAH SEORANG KAPITEN”