Mas Eryoen,
SOAL REKAMAN TERSEMBUNYI
Masih ingat tidak ada kamera tersembunyi di kamar ganti fotografer di Jl Asembaris Jakarta Selatan, yang jadi korban salah satunya Femmy Permatasari, notabene ibu seorang anak? Betapa malu dia, dan kebayang tidak kalau korban lainnya misalnya pacar Anda atau istri Anda?Saya tak ingin kamar tidur saya dipasangi kamera atau alat perekam audio. Siapalah saya dipasangi kamera? Untuk apa masyarakat luas tahu apa yang saya perbuat dengan suami saya setiap hari?Perdebatan antara kamera tersembunyi ini sangat alot di antara 9 anggota KPI waktu merumuskan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran tahun lalu. Pedoman adalah code of conduct (cara jurnalis atau produser sinetron membuat tayangannya), dan Standar adalah code of ethics (bagaimana televise atau radio menyiarkannya).
Rekaman Mulyana BUKAN barang bukti di pengadilan, tapi hanya merupakan petunjuk (ini basis hukumnya ada). Rekaman audio "Andi Ghalib-Habibie" itu juga bukan bukti karena keabsahannya dipertanyakan. Sebaliknya, rekaman tersembunyi acara H2C yang membuat narasumbernya marah dan mengacungkan pistol, buat apa? Fotografer iseng-iseng rekam Shanty dan Femmy ganti baju, buat apa?Saya mengutip Pak Bondan Winarno di acara Pantau kemarin: kalau ingin melakukan kerja jurnalis investigatif, lakukan dengan persona. Maksudnya? Ketuk pintu dan perkenalkan diri Anda baik-baik ke narasumber Anda. Kamera tersembunyi bukanlah the ultimate tools for investigative work. Saya juga ikutan duduk saat AJI merumuskan Kode Etik Wartawan. Perdebatannya tak kalah asiknya. Silakan konfirmasi ke Pak Heru bagaimana kesimpulannya.
SOAL PP PENYIARANSudah puluhan surat dilayangkan ke stasiun TV dari Jakarta. Ada yang menjawab, ada yang cuek. Trans TV (favorit saya, cuma karena gambarnya ketangkap di daerah rumah saya paling bagus aja) juga yang sering dikirimi surat. Pak Ishadi, seorang veteran di TV dan juga dosen terhormat, menjawab dengan baik: intinya akan memperbaiki diri. Konsekuenkah? Haha, tidak. Hingga hari ini tayangan judulnya "Komedi Nakal" (KoNak) tetap "ngaco". Ada lagi judul acara di Global TV "NGAjak CENGengesan" alias Ngaceng. Judul beginian buat apa coba? PP 50/2005 keluar, dan pasal untuk sanksi tayangan keblinger ini cuma "surat teguran tertulis hingga penghentian sementara mata acara siaran". Tak ada sanksi 500 juta atau 1 milyar untuk bikin kapok.
Kita berandai-andai. Andai sanksinya 1 milyar. Pebisnis macam Chaerul Tanjung atau Hary Tanoe tentu tak ingin usahanya rugi dong, daripada rugi bayar denda, mending kan bikin tayangan yang baik-baik saja 'kan? Tapi mari berandai sebaliknya, daripada kena denda tinggi, mending yang remeh-temeh saja lah. Dan siapa sih yang membuat draft PP 50/2005? Ya Depkominfo, dengan mengundang asosiasi-asosiasi penyiaran yang terkait. KPI sudah tak diundang-undang lagi pascaputusan MK. (propaganda putusan MK ini satu masalah lain yang panjaaaang kalau mau dibahas.)
Saratnya kepentingan industri kuat terlihat dari rumusan itu, karena terlihat dari sanksi "ecek-ecek" buat program siaran buatan PH atau TV itu sendiri, tapi SANKSI BERAT UNTUK BIRO IKLAN! Pasal-pasal sanksi untuk iklan itu 50 sampai 500 juta atas kesalahan: tidak menggunakan sumber daya manusia dalam negeri. Bandingkan dengan pasal pelanggaran "tidak melindungi anak dan remaja" hanya diberikan teguran tertulis hingga penghentian sementara. Silakan baca Pasal 62 PP 50/2005, apa saja sanksi yang bisa diturunkan, lalu lihat ke pasal-pasal yang kena sanksi tersebut.
Terakhir, Mas Eryoen, tak ada perebutan kewenangan. Anggota KPI cuma 3 tahun, biar tidak Ligna "kalau sudah duduk, lupa berdiri!" dan Depkominfo menterinya juga cuma 5 tahun, tapi direktur jenderal ke bawah adalah orang-orang karir seumur hidup. Menteri Kominfo waktu di depan DPR tanggal 5 Desember tempo hari dibuat malu anggota DPR yang sudah baca draftnya. Menteri waktu itu tak baca PP-nya secara detail. Memang anggota tim perumusnya bukan beliau, tapi anak buahnya yang eks-Deppen itu.
TANGGAPAN MBAK MILA
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Comments :
Posting Komentar