SKANDAL DANA BI (6)

GEGER DUGAAN SOGOKAN MIRANDA

Saat menjelang pemilihan deputi senior BI, Daniel Tandjung, salah seorang anggota Komisi IX DPR dari FPPP sedang berada di luar negeri. Otomotis dukungan untuk Miranda berkurang satu suara. Demi membulatkan dukungan politik tersebut, orang-orang FPDIP di Komisi IX menggaet Budhiningsih, yang saat itu duduk di Komisi VII, untuk sementara menggantikan suara Daniel Tandjung. Budhiningsih praktis hanya seminggu menjadi anggota komisi IX DPR. Kok bisa?

“Sepertinya saya harus berhadapan dengan partai. Padahal ini kasus biasa. Kebetulan saya ingin mengutarakann sejak lama ke KPK. Tapi kan saya tidak ingin menyeret teman-teman. Mereka membantah, saya biarin aja. Urusan saya, saya sudah ngomong apa adanya. Bukti-bukti akan saya serahkan, buku tabungan, kwitansi. Banyak teman yang senior tidak mau menelpon saya. Semuanya menjauh.”


Itulah ungkapan jujur Agus Condro Prayitno, mantan anggota fraksi PDIP yang baru saja dipecat dari partainya lantaran kejujuraanya mengaku menerima uang Rp 500 juta yang diduga terkait dengan dukungan politik Fraksi PDIP kepada Miranda Swaray Goeltom, saat pemilihan Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia.

PDIP menganggap Agus telah mencemarkan nama baik partai karena mengungkap kasus dugaan suap Miranda Goeltom tanpa seijin partai. Apalagi, Agus Condro menyeret sejumlah kamrad politiknya di FPDIP yang dia akui turut menerima rejeki nomplok Rp 500 juta per orang. “Temen-temen banyak yang memberi dukungan. Banyak temen-temen DPP (PDIP-red) yang dukung saya, bongkar saja. Ada ratusan sms dukung saya,” ujar Agus setelah ia dipecat PDIP.

Agus Condro pun mengisahkan pengalaman dirinya menerima duit Rp 500 juta. “Pikiran saya cuma lumayan dapat duit. Pikiran terpendam untuk ganti mobil, saya tuker cek di BII Ratu Plaza. Saya tukar untuk beli mobil Mercy 1997, seharga Rp 163 juta. Sisanya saya simpan,” kisah Agus. “Saya lalu pulang ke rumah. Waktu acara makan kumpul keluarga, ngobrol-ngobrol, saya tunjukin ke mertua saya. Pernah lihat satu lembar duit 50 juta nggak? Terus, istri saya ambil tas, terus saya tunjukin. Terus, besoknya saya tukar semua,” lanjut Agus.

Terus, gimana sih awal mula dia dapat rejeki panas Rp 500 juta itu? “Duit itu saya terima setelah 2 minggu setelah saya pulang dari India tanggal 24 Mei 2004. Check itu saya terima sehari setelah Miranda Goeltom terpilih sebagai Deputi Senior Gubernur BI. Yang memberikan Dudhie Makmun Murod (anggota FPDIP-red),” ungkap Agus.

Jadi, awalnya, “ Waktu selesai rapat dengan mitra kerja. Apakah dengan BI atau rapat BUMN atau Bappenas, saya lupa. Yang lain sudah pada pergi, beberapa anggota FPDIP masih kongkow-kongkow. Saya diberi tahu suruh naik ke atas ke ruanngan Emir Moeis (anggota Komisi IX dari FPDIP-red). Ada Dudhie Makmun Murod dipanggil dan kita naik bersama Williem Tutuarima, Budiningsih, Matheus Formes, Rusman Labaturuan,” kisah Agus. “Budhiningsih kan sudah tidak di komisi IX, cuma seminggu aja waktu itu memenuhi menggantikan Daniel Tanjung. Jadi, Budhiningsih tidak ikut rapat, balik ke komisi VII lagi,” papar Agus.

Agus lantas menceritakan apa yang terjadi di ruang Emir Mouis. “Amplopnya warna putih. Punya saya ada inisialnya AT. Mungkin punya Budhiningsih B, Williem Tutuarima WT. Dudhie ngasih dari mejanya Emir Moeis,” ungkapnya. “Setelah saya coba buka, isinya traveller cheque BII sebanyak 10 lembar, masing-masing Rp 50 juta, total menjadi Rp 500 juta,” lanjut Agus. “Kita semua sama ya, nggak ada yang beda. Kemudian kita ngomong ngalor ngidul. Tapi semua ngertilah masak nggak ada angin nggak ada hujan setelah pemilihan (Deputi Senior Gubernur BI-red) itu,” Agus melanjutkan pengakuannya.

Agus lantas menuturkan, sebelum pemilihan Deputi Senior Gubernur BI, semua anggota FPDIP diberi pengarahan, sebuah kelaziman yang pasti juga terjadi di fraksi lainnya. “Yang namanya akan menghadapi pemilihan, ya gimana, DPR diberi kewenangan fit anda proper test, kan ada pengarahan,” jelas Agus.

“Kira-kira seminggu sebelum pemilihan, anggota POKSI diundang di ruang Poksi 9. Dari 18, yang hadir cuma sepuluhan,” cerita Agus. Saat itulah, pimpinan FPDIP memberi arahan kepada anggota komisi IX asal FPDIP untuk mengarahkan pilihannya kepada Miranda Swaray Goeltom. “Kita diarahkan untuk memilih Miranda. Waktu itu kan Miranda memang didukung FPDIP saat pemilihan gubernur BI,” kata Agus. “Miranda memang kompeten, dari raut muka kan memang kelihatan cerdas,” imbuh Agus.

Lantas, dalam pengarahan itu apakah sudah dibicarakan soal uang pelicin dari pihak Miranda? “Dari pimpinan Fraksi ngomong, nanti Miranda kan mau kasih 300 (Rp 300 juta-red), tapi kalau 500 (Rp 500 juta-red) dia juga nggak keberatan. Yang ngomong Cahyo Priyono,” papar Agus. “Tapi, ada yang ngomong, ya kalau Miranda mau kasih 500 juta, masak kita mau cuma 300 juta,” Agus menirukan omongan teman sefraksinya itu. Hadir dalam pertemuan itu, kata Agus, diantaranya Suwarno, Williem Tutuarima, Matheus Formes, Rusman Lumbaturuan, Emir Moeuis, Karjo Suwejo, Jefferey Lumbatatu dan Dudhie Makmun Murod. “Nanti kita akan pertemukan dengan Ibu Miranda,” Agus kembali menirukan omongan teman sefraksinya.

Agus lantas mendapat kabar dari Williem Tutuarima kalau mereka akan bertemu Miranda Goeltom di Hotel Dharmawangsa. “Karena sama-sama di Kalibata, kami akhirnya berangkat bertiga. Saya dengan supir saya nyamper ke rumah Mas Williem Tutuarima, kemudian ke rumah Pak Rusman Lumbaturuan, kemudian berangkat dengan mobil Soluna saya yang sudah saya jual,” kisah Agus.

“Pak Emir Moeis masuk lalu duduk-duduk. Di situ sudah ada Willi, Panda Nababan, Dudhie Makmun Murod lagi ngobrol-ngobrol. Terus, Bu Miranda terlambat setengah jam. Waktu itu jam setengah empat. Bu Miranda langsung menghampiri Bang Panda Nababan, cipika-cipiki, kan memang (Panda Nababan-red) yang paling dekat. Kemudian semua diperkenalkan satu-satu. Baru sekali itu saya ketemu dengan Miranda, kan pejabat teras kan dikit. Apalagi yang perempuan,” ujar Agus.

Saat itu, tutur Agus, Miranda memang datang agak terlambat setengah jam dan hanya sebentar menemui sejumlah anggota Komisi IX asal FPDIP. Lantaran diantara mereka Panda Nababan yang dikenal paling dekat dengan Miranda, maka Panda pun membuka perbincangan.

“Omongan Panda intinya begini. Ini Mir. teman-teman siap milih kamu. Sudahlah tenang saja. Sekarang tinggal hamunya bagaimana. Miranda lalu bilang, terima kasih kalau teman-teman PDI-P masih percaya sama saya,” tutur Agus.”Terus, Bu Miranda ngomong sedikit kenapa terlambat karena ada acara sebelum dan sesudahnya. Sehingga, dia agak tergesa-gesa dan langsung cabut,” lanjut Agus. Dalam pertemuan itu, kata Agus, memang nggak ngomongin soal duit sama sekali. “Setelah itu, saya pulang berempat sama Williem, Rusman dan sopir saya,” imbuh Agus.

Saat di dalam mobil Soluna menuju pulang itulah, ketiganya berbincang soal berkurangnya satu suara dari anggota FPDIP di komisi IX yang kebetulan saat itu sedang di luar negeri. “Ya, kan ada satu anggota komisi IX yang saat itu sedang di luar negeri, Pak Daniel Tanjung. Siapa nih yang akan menggantikan Daniel saat pemilihan Deputi Senior nanti. Ada yang usul Pak Sembiring. Tapi karena dianggap orang baru, jadinya ditunjuklah Mbak Budhiningsih karena dianggap orang lama. Kan lumayan untuk sangu pensiun, kan wajar waktu itu bulan Mei. Periode Jabatan DPR kan Oktober akan habis, Pemilu sedang berjalan, padahal tiga hari kemudian pemilihan deputi,” jelas Agus lagi.

Dan, waktu pemilihan pun tiba. Persisnya, pemilihan digelar pada 8 Juni 2004. Presiden Megawati mengajukan Miranda Swaray Goeltom sebagai calon Deputi Senior Gubernur BI bersama S. Budi Rochadi dan Hartadi A. Sarwono. Alhasil, ternyata pilihan Komisi IX DPR tertuju untuk Miranda. Sebanyak 54 Anggota Komisi IX yang hadir sepakat memberi 41 suara ke Miranda. Sisanya S. Budi Rochadi (12 suara) dan Hartadi A Sarwono (1 suara). Kemudian, Miranda dilantik Ketua MA Bagir Manan, Selasa 27 Juli 2004, untuk masa jabatan 2004-2008.

Anggap saja Rp 500 juta yang diterima Agus Condro dipukul rata diterima oleh semua suara pemilih Miranda, untuk menduduki sebuah jabatan bernama Deputi Senior BI, Miranda tak kurang sudah menghabiskan dana sebesar Rp 20,5 miliar. Ck..ck..ck...

Namun, meski enggan memberi banyak komentar, Miranda membantah segala pengakuan Agus Condro. “Saya tidak perlu menjelaskan apa-apa soal semua tuduhan yang diarahkan kepada saya. Saya tidak berbuat seperti yang dituduhkan itu.” Miranda menilai, biarlah Agus yang membuktikan tuduhannya, apalagi ia mengaku tidak mengenal Agus.

Lantas, apa komentar Agus terhadap bantahan Miranda? Menurut Agus, kalau Miranda di media massa mengatakan tidak mengenal dirinya, itu benar karena ia baru sekali bertemu Miranda. Dalam pertemuan itu, ia memang tidak berbicara, hanya mendengarkan obrolan Panda Nababan dan Miranda.

PDIP tidak tinggal diam. Bahkan, tak lama setelah Agus Condro dipanggil ketua FPDIP di Gedung DPR, PDIP langsung memutuskan untuk memecat Agus dari partai berlambang banteng itu. Agus dianggap mencemarkan nama baik partai.

Sampai-sampai, untuk urusan ini, Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarno Putri yang biasanya irit bicara, langsung angkat bicara. Menurut Megawati, pernyataan Agus Condro itu bersifat pribadi, bukan dari PDIP. Mega meminta KPK juga berhati-hati dalam bertindak. Sebagai kader partai, masalah yang akan disampaikan kepada publik harus dibicarakan dengan partai terlebih dahulu. Agus dianggap tidak melalui mekanisme partai.

Bantahan serupa datang dari anggota FPDIP Panda Nababan. Panda membantah pengakuan Agus yang menyebut dirinya memimpin pertemuan anggota FPDIP dengan Miranda Goeltom di Hotel Dharmawangsa. Panda bahkan menyebut pengakuan Agus sebagai rekayasa belaka. Menurut Panda, dirinya tidak mempunyai kepentingan terhadap pemilihan Miranda dan membantah telah menerima uang dari Miranda. Politisi PDIP itu pun mengaku belum bergabung dalam Komisi Keuangan dan Perbankan DPR saat pemilihan deputi senior gubernur BI berlangsung.

”Saya anggap Bang Panda seperti radio rusak. Kalau saya dengerin omongannya, telinga saya bisa rusak,” Agus mengomentari bantahan Panda Nababan. ”Ini kan sudah jadi perhatian publik yang sedemikian luas, saya juga tidak menduga. Harapan saya semoga kasus ini bisa diusut sampai tuntas, sampai pengadilan,” lanjut Agus.

Ia pun berharap KPK bisa menyelidiki dengan seksama kasus ini. Menurutnya, mungkin saja teman-temannya yang ikut menerima traveller cheque, tidak mencairkan sendiri. ”Bisa saja kan mereka suruh keluarganya, saudaranya atau anaknya untuk mencairkan cheque itu,” ujar Agus. Selain itu, banyak pula teman-temannya yang sudah pada ganti nomor handphone. ”Sejak nomor disadap KPK, semua banyak yang ganti hape. Tapi, saya nggak ganti. Kalau jadi terdakwa, tersangka, boleh membantah, tapi kalau jadi saksi gak bisa berbohong,” kata Agus. Memang masih banyak wakil rakyat yang nggak bisa berbohong, Pak?

Comments :

0 komentar to “SKANDAL DANA BI (6)”