SKANDAL DANA BI (8)

SI BURHAN GUBERNUR, SEKARANG MATI KAU...!!

"Aku ini Ketua BPK, tidak ada lagi kemampuan aku mencari dana sebesar itu. Kalau aku jadi Gubernur BI kau bikin, selesai bagian penggantinya, sekarang kau bikin si Burhan gubernur, sekarang mati kau! Ha-ha-ha… Salah kau dulu kenapa kau bikin aku di sini (Ketua BPK-red), kalau kau bikin aku di sana (Gubernur BI-red), dari dulu aku bayarnya ha-ha-ha...”

Suatu malam, 18 Agustus 2005, Direktur Biro Hukum BI Oey Hoey Tiong, diajak Deputi Gubernur BI Aulia Pohan untuk menghadiri makan malam di rumah kediaman Ketua BPK Anwar Nasution. Acara makan malam di rumah Anwar dihadiri Rusli Simanjuntak, Rizal Anwar Djafara dan Anwar Nasution sebagai tuan rumah.


Selain makan malam, mereka juga membahas mengenai aliran dana BI terkait laporan hasil audit BPK. Dalam pertemuan itu, Oey membeberkan kronologi aliran dana dan memperlihatkan sejumlah dokumen kepada keempat orang yang hadir.

Nah, setelah pemaparan dokumen selesai, Oey mengaku, Anwar menginstruksikan kepadanya untuk segera memusnahkan sejumlah dokumen tersebut. “Kamu musnahkan saja dokumen-dokumen itu, Oey,” ungkap Oey menirukan kata-kata Anwar kala itu. Itulah yang diungkap Oey dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Rabum 13 Agustus 2008 dengan terdakwa mantan Gubernur BI Burhanuddin Abdullah.

Kesaksian Oey dikuatkan Mantan Kabiro Gubernur BI Rusli Simanjuntak. Dalam kesaksiannya saat sidang terdakwa Burhanuddin, 20 Agustus 2008, Rusli mengaku mendengar Anwar Nasution menyuruh agar arsip rapat dewan gubernur dimusnahkan.

"Saya dengar Anwar Nasution untuk musnahkan arsip rapat dewan gubernur," kata Rusli kepada Majelis Hakim Tipikor. "Kejadiannya di mana?" tanya ketua majelis hakim Gusrizal. "Di rumahnya Anwar Nasution," jawab Rusli. Menurut Rusli, pertemuan itu dihadiri Burhanuddin Abdullah, Rizal Zafara, Oey Hoey Tiong, Anwar Nasution, dan Aulia Pohan.

"Memangnya kamu dekat dengan Anwar sampai bisa dengar itu?" cecar Gusrizal. "Ya saya dengar. Pembicaraannya di ruang tamu. Kita semua duduk di sofa. Oey duduk dekat Anwar," timpal Rusli lagi. Oey, lanjut Rusli, saat itu memang menyetujui permintaan Anwar. Tapi, "setelah keluar, saya tanya kepada Oey, apa benar mau dimusnahkan? Oey bilang, memangnya saya bodoh," kisah Rusli.

Tak ayal, kedatangan Anwar Nasution di Pengadilan Tipikor pun dinantikan banyak orang. Sampai saatnya tiba, Selasa, 26 Agustus 2008, Anwar datang ke sidang Pengadilan Tipikor. Ia memberi kesaksian untuk terdakwa Oey Hoey Tiong dan Rusli Simanjuntak.

Entah kenapa, Anwar yang sebelumnya garang membantah pengakuan Oey sebagai fitnah dan halusinasi belaka, saat bersaksi Mantan Deputi Senior Gubernur BI itu nampak berbelit-belit saat dicecar majelis hakim Tipikor.

Sebelumnya, saat dicegat wartawan usai mengikuti pidato kenegaraan Presiden RI, Anwar tetap membantah pengakuan Oey. Walau tidak terima dengan pernyataan Oey, ia tidak berencana melakukan gugatan hukum. "Tidak ada rencana itu. Orang gila gitu dibiarkan aja," tegas Anwar. “Maksud Anda yang dimaksud orang gila itu Oey?" kejar wartawan. “Lha iya lah. Gila dia itu," jawab Anwar.

Yang jelas, Anwar sempat mencabut BAP dan tertunduk lesu di depan majelis hakim yang dipimpin Moefri. "Apakah Anda pernah memberikan perintah untuk memusnahkan dokumen?" tanya hakim I Made Hendra. "Itu jelas bohong! Saya tidak pernah bilang musnahkan," jawab Anwar.

“Pemusnahan dokumen, saya tidak pernah bilang itu. Itu fitnah. Yang benar adalah saya bertemu dengan dan Rusli, lalu saya bilang kepada mereka berdua: Kau Oey, ahli hukum dan kau Rusli, akuntan justru harus lebih ngerti untuk menyelesaikan masalah ini. Sebagai ahli hukum kau harus memberi saran kepada atasanmu agar tetap berada dalam koridor hukum,” kata Anwar.

Anwar juga bersikukuh ikut menandatangani hasil rapat RDG karena sifatnya sebatas tataran kebijakan. Pengakuan ini disampaikan Anwar setelah majelis hakim yang diketuai Moefri itu mendesak Anwar untuk berkata jujur. “Saya ikut memutuskan pada tataran kebijakan, tapi bagaimana itu dilaksanakan saya tidak tahu,” kilah Anwar.

"Apakah mereka berdua (Oey dan Rusli-red) pernah meminta kepada Anda agar laporan BPK dideponir?" tanya Made. "Tidak pernah," jawab Anwar. "Tapi dalam BAP Saudara bilang saat itu, Oey dan Rusli meminta agar laporan BPK tersebut dideponir?" cecar Made. "Saya tidak pernah bilang ke Oey dan Rusli untuk memusnahkan dokumen. Terkait masalah deponir itu, saya mencabut keterangan dalam BAP saya, Yang Mulia. Terus terang, mereka berdua tidak pernah meminta sampai sejauh itu," jawab Anwar dengan suara pelan. "Jadi yang mana ini yang benar, keterangan Saudara atau yang ada dalam BAP?" tanya Made lagi. "Yang di sini, saya rasa keterangan itu harus diubah. Saya enggak tahulah..." jawab Anwar. Anwar pun tertunduk lesu.

Saat didesak hakim soal alasannya kenapa mencabut BAP nomor 29 tersebut, Anwar seringkali menjawab lupa dan tidak tahu. Anwar pun tampak gugup ketika Made mencecarnya memberikan pengakuan yang tidak benar di depan penyidik KPK. “Nggak tahu..lah...,” jawab Anwar.

Terdakwa Oey Hoey Tiong angkat bicara dalam sidang kali itu. Oey menyampaikan keberatannya mengenai pengakuan Anwar. “Saya keberatan dengan kesaksian beliau yang menyatakan tidak pernah melihat dokumen ketika saya dan Rusli berkunjung ke rumahnya. Padahal saat itu saya meminta Pak Aulia untuk dipertemukan dengan Anwar untuk menjelaskan kronologis RDG Maret sampai Juli 2003. Pada waktu itu saya jelas-jelas membawa dokumen dan memperlihatkannya kepada Anwar. Lalu Anwar bilang kepada saya untuk memusnahkan dokumen itu,” ujar Oey.

Rusli Simanjuntak tidak tinggal diam. Ia langsung bertanya kepada Anwar. “Apakah saksi lupa dalam pertemuan itu, saksi minta ke Oey untuk musnahkan dokumen,” tanya Rusli. “Itu jelas bohong,” tegas Anwar. “Saya keberatan soal beliau membantah pernah minta musnahkan bukti, Ujar Oey dalam tanggapannya.

Terkait keterlibatan Anwar dalam penyaluran dana BI, Oey juga punya pengakuan sendiri. Menurutnya, dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) 22 Juli 2003, selaku Deputi Senior Gubernur BI, Anwar justru menyatakan setuju. “Kalau untuk kepentingan institusi, harus kita setuju,” Oey menirukan perkataan Anwar kala itu.

Majelis hakim langsung konfrontir pengakuan Oey kepada Anwar. Anwar bersikukuh bahwa dirinya saat itu meminta pimpinan BI mengikuti koridor hukum dalam penyediaan dana untuk bantuan hukum mantan pejabat BI dan diseminasi DPR. Namun, saat Ketua Majelis Hakim Moefri mengingatkan konsekuensi kesaksian palsu, Anwar mengaku lupa soal pernyataannya. “Begini, ehm... saya tidak ingat,” katanya.

Kini, giliran O.C Kaligis selaku pengacara Oey dan Rusli mendapat kesempatan bertanya kepada saksi Anwar Nasution. "Di salah satu koran, anda mengatakan Hari Senin (25/6) akan bersaksi untuk monyet-monyet itu (Rusli dan Oey-red)," tegas Kaligis. Ketua majelis hakim Moefri langsung memotong pertanyaan Kaligis karena tidak ada kaitan dengan persidangan. "Catat saja yang mulia, saksi (Anwar-red) telah saya laporkan ke polisi," tegas Kaligis.

Seperti diketahui, pengakuan Oey soal perintah Anwar untuk bakar dokumen memang berbuntut pada pelaporan terhadap Anwar yang dilakukan kuasa hukum Oey dan Rusli, OC Kaligis & Associates, di Mabes Polri, 22 Agustus 2008. Ada dua alasan utama kenapa Anwar dilaporkan ke polisi. Salah satu alasan merujuk pada pemberitaan 6 koran dengan berita berjudul "Hamka Yandhu dan Anthony Kompak Cuci Tangan" dengan sub judul " Ketua BPK sebut Oey dan Rusli Monyet.” Surat laporan nomor 1041/OCK.VIII/2008 itu, dibagi-bagikan oleh tim kuasa hukum Oey dan Rusli di sidang saat itu.

Setelah dipotong majelis hakim, OC Kaligis pun meluncurkan amunisi lain untuk membela kliennya. Kaligis mengungkap adanya email yang pernah dikirim Anwar kepada sejumlah pejabat BI, termasuk Burhanuddin Abdullah, Aulia Pohan dan Maman H. Somantri pada 24 Juli 2003, dua hari setelah RDS 22 Juli dilakukan.

Dalam surat elektronik itu, Anwar menginformasikan bahwa Menkeu minta BI memuat Dewan Supervisi dalam amandemen UU BI yang merupakan permintaan IMF dalam Letter of Intent (LoI). Menganggap keberadaan dewan tersebut berat untuk BI, Anwar menganggap BI perlu melobi IMF agar organisasi internasional itu meyakinkan Depkeu untuk tidak mengadakan dewan tersebut. ”Jika kita kalah, pertahanan terakhir adalah DPR yang akan melakukan amandemen UU BI,” ujar Anwar dalam salinan email yang dibagikan Kaligis. Pengacara gaek itu lantas menghubung-hubungkan surat tersebut dengan keputusan RDG 22 Juli.

Anwar membantah email yang dibacakan Kaligis. ”Tidak ada,” jawab Anwar. Tak hanya itu, Kaligis lantas mengonfirmasi surat yang dikirimkan Anwar pada Burhanuddin bertanggal 15 Juli 2007 yang isinya Anwar meminta bantuan Burhanuddin terkait niat BPK mensponsori penerbitan UU Laporan Keuangan dalam rangka Coorporate Goverment Reform di Indonesia. ”Apakah itu berhubungan dengan uang?” tanya Kaligis, yang lagi-lagi dibantah Anwar.

Terkait dengan temuan audit BPK soal penyimpangan penggunaan dana Rp 100 miliar, Anwar tak hanya menemui Burhanuddin Abdullah, namun juga anggota Komisi IX DPR periode 1999–2004, Paskah Suzetta dan Antony Zeidra Abidin.

”Saya memanggil Pak Paskah karena dia merupakan wakil ketua komisi IX yang punya pengaruh besar,” ujar Anwar. Dalam pertemuannya dengan Paskah, Anwar menyampaikan hasil audit BPK kepada Paskah.”Jawab dia (Paskah, Red), Gubernur BI Burhanuddin Abdullah harus menyelesaikan itu,” ujar Anwar sembari menjelaskan bahwa jika BI bisa menyelesaikan kekurangan Rp 100 miliar dalam laporan keuangannya, sebagai ketua BPK, dia punya kewenangan untuk mengubah status laporan keuangan bank sentral tersebut.

Lain lagi Anthony Zeidra Abidin. Anthony datang atas inisiatifnya ke BPK. ”Dia datang kepada saya. Persoalannya, kenapa cuma nama dia yang disebut (dalam surat BPK kepada KPK),” ujar Anwar.

Anwar lantas menceritakan asal mula penyebutan nama Anthony dalam surat tersebut. Menurut dia, hal itu berdasar pengakuan Oey dan Rusli ketika diperiksa auditor BPK. ”Kau dipanggil pemeriksa BPK, kau tidak pernah datang,” ujar Anwar menirukan pernyataannya kepada Anthony.

Seiring kian terbongkarnya skandal aliran dana BI/YPPI sebesar Rp 100 M ini, Anwar memang kian tersudut. Selain tudingan konflik kepentingan antara dirinya yang saat skandal ini mulai dilakukan menjabat deputi senior gubernur BI dan kini menjadi Ketua BPK sekaligus pelapor skandal ini ke KPK, Anwar juga kian sulit menghindar dari skandal dana BI menyusul terungkapnya sejumlah fakta baru di persidangan.

Lihat saja rekaman pembicaraan antara Anwar dengan mantan anggota Komisi IX DPR Anthony Zeidra Abidin yang terungkap dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Jumat, 5 September 2008.

Rekaman yang dilakukan Anthony Zeidra Abidin saat dirinya menemui Anwar di sebuah ruangan di BPK digunakan pihak Anthony sebagai bukti bahwa laporan Anwar ke KPK terkait skandal aliran dana BI/YPPI dilatarbelakangi rasa sakit.

Pengacara Anthony, Maqdir Ismail mengungkap, dalam pembicaraan tersebut Anthony mengutarakan kekecewaannya kepada Anwar. Dalam eksepsinya (keberatan atas dakwaan jaksa penuntut umum), Maqdir menyebut Anwar Nasution sebagai seorang "pemburu kekuasaan" yang sakit hati karena tidak mendapatkan kekuasaan yang diinginkan, yaitu jabatan gubernur BI periode 2004-2008 lalu.

"Sikap Anwar Nasution lebih disebabkan oleh sakit hati seorang "pemburu kekuasaan" yang tidak mendapatkan kekuasaan yang diinginkan, yaitu jabatan gubernur BI sebagaimana diungkapkannya dalam rekaman pembicaraannya dengan terdakwa II," ujarnya.

Dengan logat khasnya, lanjut Maqdir, Anwar mengatakan, "Aku ini Ketua BPK, tidak ada lagi kemampuan aku mencari dana sebesar itu. Kalau aku jadi Gubernur BI kau bikin, selesai bagian penggantinya, sekarang kau bikin si Burhan gubernur, sekarang mati kau! Ha-ha-ha...."

Pada kesempatan lain, lanjut Maqdir, Anwar juga sempat berujar, “Salah kau dulu kenapa kau bikin aku di sini (maksudnya ketua BPK), kalau kau bikin aku di sana (maksudnya gubernur BI), dari dulu aku bayarnya ha-ha-ha...” Menurut Maqdir, rekaman ini akan dijadikan barang bukti pihaknya untuk menyeret Anwar ke penjara.

Selain menyebut kelakuan Anthony tidak sopan lantaran merekam telepon di kantor BPK tanpa seijin dirinya, Anwar mengaku bodoh kalau dirinya dianggap sakit hati karena gagal menjadi Gubernur BI. “Sakit hati apa, bodoh itu. Kalau saya mau menjadi Gubernur BI, bukan dia (Anthony Zeidra Abidin-red) yang saya tuju.Dia itu pangkatnya apa, kan hanya anggota DPR dan wakil gubernur, mana bisa bikin saya jadi gubernur BI” kata Anwar. “Kalau mau, ya ke Pak SBY lah saya ngomongnya. Mencalonkan itu kan ke presiden. Ngapain saya bicara sama Wakil Gubernur Jambi, kan bodohlah saya itu,” lanjut Anwar.

Apapun alasannya, sederet dokumen dan sejumlah kesaksian yang menjadi fakta baru di persidangan, kian mengerucut pada kuatnya keterlibatan Anwar Nasution dalam skandal aliran dana BI. Kini, akankah Anwar terbebas karena posisinya sebagai saksi pelapor kasus skandal aliran dana BI? Bukankah sebagai saksi pelapor, Anwar harus dilindungi KPK? Jawabannya, tidak. Setidaknya itulah menurut pendapat anggota Badan Pekerja ICW Emerson Yuntho. Menurut dia, ”Ketentuan saksi pelapor harus dilindungi tidak berlaku bagi pelapor yang tidak memiliki iktikad baik.” Sekarang, mati kau...!

Comments :

0 komentar to “SKANDAL DANA BI (8)”