SKANDAL DANA BI (9)

RAHMAN PANGKAS RENTUT BLBI?

Menurut pengakuan pihak-pihak terkait di BI, dana bantuan hukum diantaranya mengalir ke sejumlah oknum penegak hukum di Kejaksaan Agung yang mengurus perkara para mantan pejabat bank sentral. Siapa oknum penegak hukum yang diduga menerima aliran dana tersebut? Benarkah mantan Jaksa Agung M.A. Rahman terlibat?

Fakta mulai terungkap dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Rabu, 6 Agustus 2008, dengan terdakwa Mantan Gubernur BI Burhanuddin Abdullah. Dalam kesaksiannya, Ketua YPPI Baridjussalam Hadi mengaku adanya aliran dana BI yang masuk ke oknum pejabat Kejaksaan Agung.


“Pada 7 Juli 2003, dicairkan dana sebesar Rp 13, 5 miliar untuk diseminasi BLBI dan isu-isu BI. Surat ditujukan kepada Aulia Pohan dan ditandatangani oleh Oey Hoey Tiong, ” ujar Baridjussalam dalam persidangan. ““Isi diseminasi itu apa?” tanya majelis hakim yang dipimpin Gusrizal. Baridjussalam menjawab: “Isinya diseminasi BLBI dengan stakeholder Kejagung.”

Tabir oknum jaksa yang diduga kecipratan uang panas BI mulai terang benderang saat mantan Deputi Gubernur BI Iwan R. Prawiranata mengungkap pemberiannya kepada Salman Maryadi, Mantan Direktur Penuntutan Pidsus yang kini dipromosikan sebagai Kajati Kalimantan Selatan. Saat kasus BLBI bergulir, Salman Maryadi menjabat sebagai Kajari Jakarta Pusat.

Dari keterangan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang dibuat 4 Februari 2008, kepada tim penyidik KPK, Iwan R. Prawiranata membeberkan bahwa pada tahun 2003 menyerahkan uang sebesar USD 900 ribu kepada Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, yang saat itu dijabat Salman Maryadi. Menurut Iwan, uang diserahkan dalam pecahan USD 100 dan USD 50, di hotel Grand Hyatt Jakarta. Uang itu, diakui Iwan, sebagai bagian dari dana bantuan hukum Rp 13,5 M yang diterimanya dari BI.

Dalam BAP, Iwan juga mengaku memberikan sejumlah uang kepada seorang pengacara bernama Hendrikus Herikes yang disebut-sebut sebagai perantara dirinya ke Salman. Masih menurut BAP, Iwan memberikan uang itu lantaran takut berubah status dari saksi menjadi tersangka kasus BLBI.

Entah kenapa, dalam sidang di Pengadilan Tipikor 13 Agustus 2008, Iwan justru mencabut kesaksiaannya dalam BAP tersebut. “Dalam BAP saudara mengatakan memberikan uang pada Hendricus Herikes dan Salman Kajari Jakarta Pusat,” kata Hakim I Made Hendra. “Keterangan Ini sudah saya cabut. Semua tidak benar. Waktu itu saya kehilangan kontrol dan mengungkapkan hal-hal yang tidak benar,” kata Iwan.

“Ini Saudara mengatakan banyak sekali. Keterangan Saudara detail sampai menyebut angka dan tempat pertemuan. Ada satu BAP dan semua tidak benar?” tanya Made Hendra. “Semua tidak benar. Saat itu saya tidak stabil,” jawab Iwan. Meski menyatakan mencabut pernyataan, Iwan mengaku kenal dengan Salman dan Hendricus.

“Kok BAP sudah ditandatangani diubah? Ini ada enam pertanyaan mengenai pemberian uang pada dua orang itu. Kalau satu atau dua pertanyaan ada yang ragu lalu dicabut masih wajar,” kata Ketua Majelis Hakim Gusrizal. Dicecar hakim, Iwan tetap pada pendiriannya. “Saya memang saya waktu itu mengada-ada karena ingin cepat selesai,” kata Iwan yang saat itu sebagai saksi untuk terdakwa Mantan Gubernur BI Burhanuddin Abdullah.

Mendengar itu, Hakim I Made Hendra tentu tak begitu saja percaya. ”Bagaimana mungkin mengada-ada, saudara sebut jumlah, tempat, nama. Pecahannya Anda juga ingat,” ujar Made Hendra dengan suara tinggi. Sang mantan Deputi Gubernur itu pun hanya menunduk. Sesekali ia membasahi bibirnya ketika Hakim I Made Hendra mengingatkan keterangan tersebut punya konsekuensi hukum dan pertanggungjawaban kepada Tuhan. ”Anda bisa mengarang banyak sekali, satu BAP,” ujar Made Hendra berang.

Tak cuma Made Hendra yang berang. Ketua Majelis Hakim Gusrizal pun geleng-geleng kepala. ”Dari 31 pertanyaan yang diajukan penyidik KPK pada 4 Februari Iwan mencabut keterangan nomor 25-31, empat hari setelah pemeriksaan. Kekeliruan itu satu dua kalimat masih wajar. Ini beberapa pertanyaan sekaligus,” ujar Gusrizal.

Gusrizal juga mengaku heran lantaran Iwan bisa menerangkan bahwa yang mengatur Hendrikus, menerangkan tempat, jumlah uang dan bahkan bungkusnya, lantas mengaku itu hanya karangan. ”Apa Anda didesak penyidik KPK? Bisa saya panggil?” tanya Gusrizal. Iwan pun tampak kebingungan. Dia lantas cepat-cepat menjawab tidak ada tekanan oleh penyidik KPK. Intinya, majelis Hakim meragukan bantahan Iwan mengingat pengakuan Iwan di BAP sangat sistematis dan rinci.

Lepas dari itu, Salman Maryadi membantah kalau dirinya turut kecipratan uang panas BI. "Itu tidak betul. Hasil sidang kamu dengerin nggak?” ujar Salman kepada wartawan. ”Kan sudah dicabut sama pak Iwan. Tadi saya sudah konfirmasi dengan pak Sulaiman, dia punya rekaman lengkapnya. Saya tidak tahu menahu. Saya dizalimi. Pak Iwan juga sudah minta maaf," lanjut Salman.

Rupanya, sekitar tiga bulan lalu, Iwan Prawiranata menemui Salman Maryadi. Iwan katanya meminta maaf lantaran dalam pemeriksaan di KPK, ia telah menyebut-nyebut Salman menerima dana BI. Salman lalu berkisah, waktu itu Iwan menemuinya usai salat Jumat di sebuah masjid di Tanah Abang, Jakarta Pusat. "Dia datang bersama teman saya yang mengenal saya," tutur Salman. Menurutnya, Iwan terpaksa mengatakan pernah memberinya uang lantaran tertekan oleh penyakit darah tingginya. "Waktu itu karena penyakit saya, saya tertekan. Untuk keselamatan saya, saya asal ngomong saja," kata Salman menirukan Iwan.

Yang jelas, Iwan hanya salah satu dari lima mantan pejabat BI yang mendapat dana bantuan hukum Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPl) sebesar Rpl3,5 miliar. Kasus Iwan dihentikan dengan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). Jaksa penyidik yang menangani adalah YW Mere dan Baringin Sianturi.

Kasus lain yang dihentikan dengan SP3 adalah Soedrajad Djiwandono dengan jaksa YW Mere, Chairul Amir, Enriana Fahruddin, Andi M Iqbal, dan Robert Pelealu. Soedrajad menerima bantuan hukum Rp25 miliar.

Sementara, tiga mantan Direktur BI, Heru Soepraptomo, Hendrobudiyanto, dan Paul Soetopo, divonis 1,5 tahun oleh Mahkamah Agung. Ketiganya mendapat dana bantuan hukum masing-masing Rp 10 miliar.

Terkait kasus tiga mantan Direktur BI itu, kabar tak sedap belakangan merebak dari sumber di Kejaksaan Agung Kasus. Terkait BLBI dengan terdakwa Heru Soepraptomo, Hendrobudiyanto dan Paul Sutopo, kata sumber itu, bukan tidak mungkin ada keterlibatan Jaksa Agung saat itu M.A Rahman.

Pasalnya, rencana tuntutan (rentut) yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum untuk ketiga Mantan Direktur BI tersebut, kabarnya 12 tahun penjara. Tapi, rentut yang mereka ajukan ke Jaksa Agung M.A Rahman dikurangi menjadi hanya enam tahun penjara untuk Heru Soepraptomo dan Hendro Budiyanto, serta hanya lima tahun penjara untuk Paul Sutopo.

Seperti diketahui, sebelum membacakan tuntutan di pengadilan, JPU biasanya melaporkan dulu rencana atas tuntutan itu kepada atasannya. Untuk perkara tertentu yang mendapat perhatian masyarakat, rentut harus dilaporkan hingga ke Jaksa Agung.

Banyak pihak menuding rentut sebagai lahan subur untuk bagi-bagi duit alias setoran ke atasan. ”Sudah bukan rahasia kalau rentut cuma jadi sapi perahan alias bagi-bagi duit suap ke atasan,” ujar seorang sumber.

Namun, menurut sumber resmi di Kejaksaan Agung, jenjang rentut bukanlah intervensi apalagi ajang bagi-bagi duit ke atasan. Petunjuk atasan terhadap penuntutan adalah bagian dari prosedur penututan. Kalau ada pengambilalihan perkara, tentu saja itu bagian dari tugas dan wewenang Jaksa Agung dan bukan intervensi. Dan, menurutnya, Jaksa Agung M.A. Rahman tidak mungkin memangkas rencana penuntutan yang diajukan JPU perkara BLBI.

Yang jelas, 12 Agustus lalu, KPK mengaku telah mengantongi dua nama baru di institusi Kejaksaan Agung yang diduga turut menerima aliran dana BI sekitar Rp 13,5 M yang menurut istilah BI sebagai uang diseminasi itu. “Kita sudah ada dua nama. Nama tersebut sudah beredar, rekan media juga sudah tahu,” kata Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan M. Yasin kepada wartawan. Masak cuma dua nama, sih, Pak?

Comments :

1
Amisha mengatakan...
on 

Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut